Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Kisah Meghan Markle Di Balik Pidato Black Lives Matter

Sebuah sumber mengeklaim bahwa pidato yang dipuji itu tidak akan pernah disetujui di bawah protokol kerajaan.

Kisah Meghan Markle Di Balik Pidato Black Lives Matter

- Menurut Newsweek, Duchess Meghan tidak akan pernah bisa menyampaikan pidatonya yang dipuji tentang Black Lives Matter jika masih di bawah pengawasan keluarga kerajaan.

- "Seandainya Meghan dan Harry masih berada di UK dan masih menjadi anggota keluarga kerajaan yang bekerja, pidato itu tidak mungkin terjadi," ungkap seorang mantan pembantu keluarga kerajaan.


Meghan, Duchess of Sussex, baru-baru ini memberikan pidato kelulusan virtual mengenai gerakan Black Lives Matter yang sedang terjadi di seluruh Amerika, tetapi tampaknya, kata-katanya yang tulus yang dibagikannya hanya dapat kita dengar  karena ia telah meninggalkan kehidupan kerajaan di awal tahun ini.

Menurut Newsweek, bangsawan itu tidak akan pernah mampu membuat pidato jika ia masih harus mematuhi protokol kerajaan yang kaku sambil melayani sebagai anggota keluarga kerajaan yang aktif dan bekerja. Jika ia tetap menyampaikan pidatonya saat masih menjabat sebagai anggota keluarga kerajaan, hal itu akan dianggap sebagai "mempolitisasi monarki," dan menurut mantan sekretaris pers Ratu Elizabeth II, Dickie Arbiter, pidato Meghan "akan sangat mustahil" untuk dilakukan di bawah pantauan kerajaan.

"Apa yang terjadi di negara bagian adalah tragedi absolut dan seharusnya tidak pernah terjadi tetapi sayangnya hal itu terjadi. Seandainya Meghan dan Harry masih berada di Inggris dan masih menjadi anggota keluarga kerajaan yang bekerja, pidato itu tidak mungkin terjadi," jelas Dickie. "Ini sangat dipolitisasi karena sifatnya yang seperti itu. Ini adalah masalah sosial bagi Amerika Serikat."




Selama pidatonya, Meghan mengakui bahwa ia telah bergulat dengan apakah ia harus berbicara tentang hal-hal seperti itu karena ia takut kata-katanya "tidak dikutip secara menyeluruh," tetapi kemudian menyatakan bahwa ia menyadari "satu-satunya hal yang salah untuk ia lakukan adalah dengan tidak mengatakan apa-apa." Juga selama pidatonya, sang bangsawan mengakui George Floyd, Breonna Taylor, Philando Castile, dan Tamir Rice, semuanya kehilangan nyawa karena kebrutalan polisi.

Menurut editor kerajaan Bazaar.com, Omid Scobie, meskipun tetap bersuara non-partisan adalah sifat vital yang diharapkan dari keluarga kerajaan, sekarang bukan saatnya untuk tetap diam ketika menaklukkan isu rasialisme di seluruh dunia, dan terutama di Inggris dan Persemakmuran.

"Sementara saya menghargai pentingnya anggota Keluarga Kerajaan Inggris yang tetap bersikap apolitis dan tidak menggali isu-isu politik negara lain, kita perlu melihat masalah rasisme anti-kulit hitam seperti apa adanya - krisis HAM global, yang, seperti di Amerika Serikat, telah menjadi akar dari begitu banyak masalah sosial di Inggris dan di seluruh Persemakmuran," kata Omid kepada Bazaar.

"Anggota Keluarga Kerajaan telah tidak terlalu angkat bicara mengenai masalah rasisme selama bertahun-tahun, tetapi diam saat ini bukanlah suatu pilihan. Naik turun negara, termasuk tepat di luar Kastil Windsor, kita telah melihat pengunjuk rasa berdemonstrasi menentang kebrutalan dan rasisme polisi, dan kami telah mendengar pesan-pesan kuat dari bangsawan Eropa dan Duchess of Sussex yang telah didengar oleh jutaan orang. Sangat penting bagi siapa pun yang memiliki platform, khususnya mereka yang secara teratur menggunakan suara mereka untuk memperkuat masalah kemanusiaan dan amal, membahasnya dan berani untuk menyuarakan suaranya."




(Penulis: Bianca Betancourt; Artikel ini disadur dari Bazaar US; Alih bahasa: Janice Mae; Foto: Courtesy of Bazaar US)