Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

6 Film Anti Mainstream Tentang Persahabatan Perempuan

Jangan lewatkan cerita-cerita unik tentang relasi pertemanan berikut ini.

6 Film Anti Mainstream Tentang Persahabatan Perempuan

Bila Anda sudah bosan menyaksikan Bridesmaids dan Heathers, maka Anda sekarang membaca artikel yang tepat. Simak rangkuman film anti mainstream berikut yang mengangkat kisah persahabatan dan cocok untuk menemani girls' night Anda.


1. Animals (2019)


"Cepat atau lambat, pesta pora ini harus berakhir." Namun peringatan tersebut tidak diperhatikan oleh dua orang sahabat, Tyler (Alia Shawkat) dan Laura (Holliday Grainger) dalam film Animals. Mereka menghabiskan waktu di malam hari untuk berkeliaran di jalanan Dublin, menenggak obat painkillers dalam campuran cocktail, hingga menuliskan nomor telepon mereka dengan lip liner untuk pria-pria yang mereka incar. Kehidupan liar mereka akhirnya terhenti ketika Laura menjalin hubungan yang serius dengan Jim (Fra Fee) dan cinta mulai menjadi prioritasnya. 

Melihat orang-orang yang lebih memilih menghabiskan waktu bersama pasangan mereka dibandingkan dengan sahabat sendiri bukanlah hal yang baru, tetapi yang membuat film ini berbeda adalah relasi Tyler dan Laura yang saling melengkapi satu sama lain. Keduanya bisa bertindak sebagai ibu (yang saling membersihkan sisa muntahan setelah minum minuman keras semalaman), sebagai sahabat layaknya pasangan hidup (yang tidur seranjang bersama), dan sebagai saudara (yang saling menghadiri acara keluarga satu sama lain). Mereka juga berkomunikasi secara terbuka sama seperti cerita-cerita yang ditunjukkan lewat film serial (semacam Girls dan Broad City), bahkan memeriksa kadar urin satu sama lain dan saling mengajarkan hal kewanitaan. 

Meskipun hubungan Laura dan Jim membuatnya berselisih dengan Tyler (ditunjukkan pada adegan di ruang ganti saat mengenakan gaun pernikahan), Animals sebenarnya berusaha menunjukkan tentang kekacauan yang terjadi saat menjaga keseimbangan hubungan ketika memasuki usia 30-an, sebuah masa transisi yang justru biasanya masih kalah populer dengan pengalaman-pengalaman lain di usia 20-an dalam budaya pop.




2. Tully (2018)


Tak hanya menceritakan tentang pahit manisnya menjadi seorang ibu, Tully juga menunjukkan soal pentingnya makna persahabatan. Pasca kelahiran anak ketiganya, seorang ibu berusia 40-an yang bernama Marlo (diperankan oleh Charlize Theron) mengalami depresi. Ia tidak sanggup untuk berdiri dan berganti pakaian, serta memberi makan anak-anaknya dengan frozzen pizza

"Ibu yang hebat mampu mengatur pesta dan bersenang-senang di kasino saat malam hari. Mereka membuat cupcake yang bentuknya mirip dengan minions. Saya terlalu lelah untuk melakukan semua itu," keluhnya. Hingga akhirnya, seorang perawat berusia 26 tahun bernama Tully (diperankan oleh Mackenzie Davis dari Black Mirror) hadir di tengah kegelapan. Tully bertugas untuk menjaga bayi Marlo saat ia terlelap.

Terlepas dari sikapnya yang cenderung diam di awal, Marlo sebenarnya bergantung pada peri penyelamatnya ini. Persahabatan antar generasi pun akhirnya tumbuh. Keduanya saling berbagi saran tentang gaya hidup mereka yang berbeda, baik untuk mendengarkan musik heavy metal di Bushwick atau menikmati sangria buatan sendiri sembari berendam di jacuzzi di pedesaan. 

Dua karakter tersebut tidak terpisahkan, mengingat Tully tak hanya sebagai judul film dan perawat anak-anak Marlo, melainkan juga untuk menunjukkan bahwa parenting mampu mengubah karakter Marlo. Di balik eksplorasi identitas yang diperlihatkan, Tully sebenarnya menyiratkan sindiran yang kita harapkan keluar dari Diablo Cody (pemenang Oscar sebagai penulis naskah film Juno). Dalam satu adegan, Tully berkata, "Saya datang ke sini untuk menjaga Anda." Marlo kemudian membalasnya, "Setelah sekian lama, belum ada yang pernah menjaga saya."



3. Whip It (2009)


Bagaimana Anda menjalin pertemanan baru namun tetap setia dengan sahabat lama Anda? Inilah yang menjadi persoalan bagi Bliss (Ellen Page), gadis berusia 17 tahun dalam film debut Drew Barrymore sebagai sutradara.

Ia melawan kekangan ibunya dan pergi ke Texas, meninggalkan sahabat lamanya untuk bergabung bersama komunitas olah raga roller-derby. Anggotanya memiliki nama-nama yang unik seperti Smashley Simpson, Iron Maven, dan Jaba the Slut

Bliss berada dalam tim hyper-feminine bernama Hurl Scouts. Mereka menggunakan fishnets dan rok mini sebagai seragamnya serta maskara tebal untuk makeup. Sayangnya, sikap mereka tidak sesuai dengan norma gender yang ada. Tim yang satu ini nampak beringas saat bertanding, namun tetap saling menjaga satu sama lain saat berada dalam kesulitan dan menunjukkan hubungan persahabatan mereka. 

Lewat semangat olah raga, Bliss belajar tentang cara membela dirinya sendiri dan menjaga keseimbangan kelompok pertemanannya yang berada di tempat berbeda. Bila Anda adalah satu dari 1,3 juta orang yang menyaksikan GLOW seaon kedua, kami yakin Anda akan suka dengan Whip It yang sama-sama memperlihatkan tentang semangat tim dan olah raga.



4. Heavenly Creatures (1994)


"Kedekatan hubungan persahabatan ini yang mengkhawatirkan," ujar seorang ayah dalam film Heavenly Creatures. Melihat kembali apa yang pernah terjadi sebelumnya, ia pantas khawatir. Eratnya pertemanan antara anak perempuannya, Juliet (Kate Winslet sebelum dikenal di film Titanic) dan Pauline (Melanie Lynskey) menurutnya adalah hubungan yang tidak sehat dan liar. Namun, ia tidak mengartikan hubungan keduanya layaknya pasangan.

Sebelum terkenal dengan film franchise The Lord of The Rings, Peter Jackson menyutradarai film ini berdasarkan kasus pembunuhan Parker-Hulme di tahun 1954. Cerita Heavenly Creatures diawali dengan pembunuhan ibu Pauline oleh dua orang remaja yang memukulinya hingga meninggal.

Terkekang dengan aturan sekolah khusus perempuan di New Zealand yang ketat, hubungan persahabatan Pauline dan Juliet semakin lama semakin terjalin kuat. Mereka selalu menghabiskan waktu berdua, memuja orang suci yang mereka ciptakan sendiri, dan berlarian di hutan tanpa mengenakan pakaian sembari menyanyikan lagu Mario Lanza. Keduanya terjebak dalam fantasi yang mereka buat sendiri tentang ksatria petarung dan kupu-kupu raksasa, disertai prinsip bahwa setiap aksi tidak memilili konsekuensi. Heavenly Creatures hadir dengan sebuah pertanyaan: apa yang sebaiknya Anda lakukan bila orang terdekat berhasil menampakkan sisi terburuk yang ada dalam diri Anda?



5. Frances Ha (2012)


Lama sebelum Lady Bird, Greta Gerwig telah membuat film indie bersama pasangannya, Noah Baumbach. Film hitam putih mereka yang berjudul Frances Ha dirilis di tahun 2012 dan menjadi cerita klasik yang mampu menggambarkan kegelisahan hidup yang dialami oleh orang-orang yang baru menginjak usia dewasa. Cerita menyorot pada suka duka dua orang sahabat bernama Frances (gadis periang yang diperankan oleh Greta) dan Sophie (gadis berkarakter tenang dan realis yang dibawakan oleh Mickey Summer). 

Yang membuat film Frances Ha berbeda adalah bagaimana hubungan kedua gadis tersebut nampak layaknya sebagai pasangan. Keduanya tidur bersama di atas satu ranjang dan saling membacakan cerita, hingga seorang barista lokal menganggap mereka adalah pasangan lesbian yang sudah tidak melakukan hubungan intim. Mereka adalah pelengkap satu sama lain.

Hubungan mereka akhirnya hancur ketika Sophie mulai menjalin asmara yang serius dengan kekasihnya. Melalui dua karakter utama tersebut, kedua filmmaker-nya ingin menumbangkan anggapan konvensional soal posisi hubungan percintaan yang berada di atas hubungan persahabatan. Dengan semangat kebebasan yang ditularkan lewat Frances Ha, film ini menunjukkan bahwa persahabatan pun bisa menjadi sebuah kisah cinta. 



6. Tangerine (2015)


Sama halnya dengan film The Florida Project yang rilis tahun 2017 lalu, film Sean Baker nampak ceria dan penuh warna saat menampilkan kisah dari dunia yang masih belum banyak diketahui orang. Tangerine yang proses pengambilan gambarnya dilakukan menggunakan iPhone adalah salah satunya.

Film ini menceritakan tentang kehidupan seorang pelacur transgender bernama Sin-Dee (Kitana Kiki Rodriguez) yang telah mengetahui bahwa kekasihnya, mucikari bernama Chester, berselingkuh dan menjalin asmara dengan seorang wanita cisgender. Seorang pekerja seks Chester yakni Alexandra (Mya Taylor) berjanji untuk menemani Sin-Dee dan melakukan balas dendam, dengan syarat tidak ada drama. Kedua karakter ini menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di sekeliling area Downtown Los Angeles, mengunjungi bar, dan berbicara menggunakan bahasa slang jalanan. Persahabatan Sin-Dee dan Alexandra menggambarkan bagaimana rendahnya tingkat kecerobohan dan kelalaian sebelum dibatasi oleh keadaan.



(Penulis: Yasmin Omar; Artikel ini disadur dari Bazaar UK; Alih bahasa: Erlissa Florencia; Foto: Courtesy of Bazaar UK)