Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Kisah Penyelamatan Terumbu Karang Karibia yang Nyaris Mati

Di bawah lautan Jamaika, organisasi muda bekerja keras untuk menghidupkan kembali terumbu karang.

Kisah Penyelamatan Terumbu Karang Karibia yang Nyaris Mati

Di lepas pantai Jamaika, jauh di antara laut dan permukaan samudra, potongan koral staghorn yang menggantung di tali-tali tampak berayun perlahan mengikuti gerak arus air. Potongan koral lainnya menggantung seadanya di pipa-pipa PVC, membuatnya terlihat seperti kebun anggur di bawah laut. Seorang penyelam dengan susah payah menghilangkan alga, fireworm, dan siput yang datang untuk berkerumun atau makan. Ia melakukannya dua kali seminggu, bekerja dengan proses yang sama namun rumit. Pengabdian dan ketelitiannya tidak berbeda dengan perhatian seorang tukang kebun yang merawat kebun mawar, hanya saja risiko di Karibia ini lebih tinggi.

Orang-orang yang merawat koral ini adalah bagian dari organisasi pemula yang berusaha untuk menyelamatkan terumbu karang. Prediksi tahun 2014 lalu menyebut bahwa terumbu karang atau yang disebut dengan hutan hujan tropis bawah laut karena keberagaman ekosistemnya ini akan punah dalam dua puluh tahun sebagai akibat dari penangkapan ikan yang berlebihan, perubahan iklim, dan polusi. Ini adalah masalah yang parah di Jamaika. Selama tahun '80-an dan '90-an, pulau tersebut kehilangan 85 persen terumbu karangnya. Hasil tangkapan ikan merosot hingga seperenam dari yang pernah mereka dapatkan di tahun '50-an sehingga banyak keluarga yang mengalami kemisikinan. Matinya terumbu karang tentu tidak bisa dianggap remeh.



"Pada dasarnya terumbu karang mengelilingi kepulauan ini dan melindunginya dari erosi," ujar Belinda Morrow yang menjalankan White River Marine Association dekat Ocho Rios. Ia juga merupakan bagian dari keluarga pemilik resor mewah Jamaica Inn yang bermitra dengan organisasinya dua tahun lalu dengan tujuan untuk meningkatkan biomasa ikan sebanyak 500 persen dalam lima tahun. "Terumbu karang tidak hanya menyelamatkan pulau ini, namun juga pantai-pantai yang tentunya menjadi sumber pendapatan dari sektor pariwisata, salah satu penghasil pendapatan asing terbesar kami. Ekosistem bawah laut ini juga menjadi habitat bagi ikan-ikan di mana hidup nelayan lokal bergantung."



Ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian terumbu karang. Perubahan iklim mengakibatkan cuaca ekstrem termasuk badai. Badai Allen di tahub 1980 adalah yang terburuk karena telah merusak terumbu karang dengan ombak setinggi 40 kaki. Lalu datanglah Diadema, sejenis bulu babi hitam yang membuat bulu babi pemakan alga perusak koral musnah.

Meskipun peningkatan pariwisata membuahkan uang bagi Jamaika, upaya pengembangan pesisir tidak menguntungkan bagi keberadaan terumbu karang. Masalah nutrien tambahan, polusi sungai, dan sedimentasi menyebabkan tekanan yang ekstra seperti halnya dengan penangkapan ikan yang berlebihan. Kondisi ini menimbulkan dilema, sebab jika terumbu karang rusak dan tidak ada alga yang bisa dimakan, ikan akan menyebar ke tempat lain. Nelayan lokal memancing ikan di pesisir setempat sebanyak-banyaknya yang menyebabkan populasi ikan merosot lebih jauh. Ketika menangkap sesuatu, mereka cenderung mendapat ikan-ikan kecil yang masih belum mampu mereproduksi ribuan telur ikan untuk menambah populasi, dan karenanya menjadi siklus yang terus berkelanjutan.



Ini menjadi masalah yang serius baik bagi lingkungan maupun orang-orang lokal yang hidupnya bergantung pada kehidupan laut. Sejumlah organisasi lokal bangkit dan bermaksud untuk menyelamatkan terumbu karang serta mengembalikannya ke keadaan semula yang meruah, termasuk White River Marine Association. Kelompok nelayan, pelaku bisnis perhotelan, dan bisnis lokal sudah memfasilitasi penanaman serta pembibitan koral yang membentang sejauh dua mil di pantai utara Jamaika. Penangkapan ikan dilarang di area tersebut dan sebagian besar nelayan memahami bahwa larangan dalam jangka pendek ini sangat penting untuk mengembalikan populasi ikan meskipun awalnya mereka keberatan. 

"Selama dua tahun kami mengadakan pertemuan pada hari Senin di tepi sungai untuk membahas semua aspek tempat ini," ucap Belinda. "Kami menganggapnya layaknya rekening tabungan. Biarkan uang bertambah dan kami hanya mengambil bunganya – konservasi, dampak membunuh ikan secara terus menerus, dan yang lebih penting adalah bekerja bersama untuk membuat perubahan positif. Pada akhirnya, para nelayan akan mendapatkan ikan yang lebih besar dan lebih dekat yang artinya mereka akan mendapatkan penghasilan lebih, menghemat waktu, dan berinvestasi lebih sedikit karena mereka tidak akan pergi jauh ke laut yang memerlukan bahan bakar dan waktu. Bagi yang menombak ikan, mereka tidak perlu menyelam terlalu dalam dan ini lebih aman."



Proyek ini didukung oleh suaka Oracabessa yang letaknya beberapa mil di sepanjang pantai dekat resor mewah Goldeneye. Juga, telah membuka peluang kerja baru untuk pemeliharaan dan perawatan pembatas, jangkar, dan pelampung serta pembuatan struktur tempat penanamannya. Patroli harian selama 16 jam dilakukan oleh nelayan yang sudah dibayar, sementara yang lainnya dilatih untuk menyelam. Keahlian ini nantinya bisa mereka menfaatkan untuk pekerjaan pariwisata lainnya. Mereka yang bekerja di suaka ini juga diberi kelas membaca dan dilatih di Team Jamaica yang merupakan sertifikasi pariwisata. Layanan pendidikan juga diberikan di sekolah-sekolah lokal serta pertemuan per dua bulan terus dilakukan dengan menunjukkan video informatif dan mengajak pembicara. 

"Tempat ini telah dan akan menyediakan peluang pendapatan dan pendidikan," kata Belinda. "Dan pendidikan adalah aspek krusial untuk menjalankan konservasi. Kami memiliki pepatah yang berarti, 'Tuhan menciptakan ikan sehingga ikan akan selalu ada.' Para nelayan bisa menggunakan ini sebagai alasan, bahwa kita memiliki ikan atas kehendak Tuhan jadi jangan katakan jika saya membunuh semuanya. Hanya pendidikan yang dapat menghilangkan kepercayaan seperti ini. Alih-alih demikian kami berkata, 'jangan makan ikan-ikan yang masih kecil.‘ Biarkan mereka tumbuh besar dan memproduksi ribuan telur."



Dalam waktu dua tahun, proses intensif dan pekerjaan para perawat koral membuahkan hasil. Ketika setiap potongan koral tumbuh sebesar tangan, mereka kemudian ditransplantasikan dengan hati-hati ke terumbu karang untuk memulai pertumbuhannya. Pertumbuhan koral tergolong lambat, bahkan spesies koral yang tercepat hanya bertambah beberapa inchi setiap tahunnya. Namun setidaknya semua ini berhasil. Jumlah ikan di cagar ini sudah bertambah dua kali lipat dan masing-masing tumbuh lebih besar dengan panjang lebih dari tiga kali lipatnya. Hal ini tentu merupakan tanda yang baik. Lalu apa yang bisa dilakukan wisatwan untuk membantunya?

"Menyelam dengan hati-hati," ujar Belinda. "Jangan ceroboh dan merusaknya. Kayak, kapal, dan penyelam snorkel sering berenang ke terumbu karang dan mengenainya, memegang serta merusak terumbu karang. Juga jangan membeli atau mengambil cangkang dan cendera mata laut lainnya seperti bintang laut kering, ikan fugu, dan sand dollar."



Belinda mengatakan bahwa mereka akan selalu terbuka jika ada donasi kepada kelompok-kelompok tersebut, sementara "menjadi relawan adalah ide yang bagus." Ia juga ingin memberi pekerjaan sebanyak-banyaknya kepada nelayan sehingga mereka tidak kehilangan pendapatan. Wisatawan dapat mengunjungi terumbu karang dengan menggunakan kapal berlantai kaca yang dibuat oleh Jamaica Inn dan Goldeneye yang menawarkan perjalanan menuju Oracabessa Bay Fish Sanctuary.

"Apa yang kami lakukan sukses," katanya. "Nelayan dan penyelam snorkel mengabarkan jika mereka melihat lebih banyak ikan dan keong. Kami telah mengubah sesuatu yang negatif menjadi hal positif, namun perjalanan kami masih panjang untuk memberikan kesadaran, edukasi, dan dukungan keuangan secara konstan."




(Penulis: Ella Alexander; Artikel ini disadur dari Bazaar UK; Alih bahasa: Erlissa Florencia; Foto: Courtesy of Bazaar UK)