Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Most Sensual Fashion Moments

Most Sensual Fashion Moments

Seks dan vulgarisme telah begitu jauh diberdayakan dalam mengekspresikan fashion, terutama di abad modern. Bazaar mengungkapkan peristiwa fashion paling sensual di abad ke-21.

Fashion mempunyai pengaruh terhadap perubahan dan berbagai bentuk peradaban manusia. Fashion juga telah menyaksikan transisi perubahan sikap wanita dalam berbusana. Bisa dikatakan, perubahan paling besar dalam dunia fashion modern adalah di era 1950-an, yang dianggap sebagai era keemasan para wanita dalam menyatakan ekspresi feminin mereka. Di era ini, bentuk hourglass tercapai lewat potongan korset yang melingkari pinggang dan membuat dada terlihat membusung, serta membuat pinggul dan paha terlihat penuh. Full skirts dengan panjang hingga di bawah lutut menunjukkan kemewahan dalam penggunaan material. Siluet ini menjadi standar di era tersebut, sebuah dekade yang didefinisikan sebagai masa jaya ladylike look. Busana dari satin dan beludru karya Christian Dior di tahun 1955 merupakan salah satu contohnya, sementara busana cocktail karya Cristobal Balenciaga di akhir tahun 1950-an yang menggunakan material lace hitam mengawali diangkatnya sensualisme ke dalam keanggunan.

Setelah tahun 1950-an, seksualitas semakin kuat diekspresikan. Seperti yang diungkapkan oleh kurator fashion Colleen Hill untuk pameran bertajuk Seductive di The Museum at Fashion Institute of Technology di New York, pria dan wanita telah memanfaatkan busana yang menggoda (seductive clothing) untuk menonjolkan daya tarik fisik, sekaligus memberi kesan powerful dan berperan dalam status sosial. Dalam pengantarnya untuk pameran ini, ia mengungkapkan bahwa setelah era sensualitas dalam cara berpakaian yang elegan, maka di era berikutnya, tahun 1960-an, ekspresi seksual menjadi lebih gamblang lagi, terutama dengan munculnya gerakan hippies. Dimulai dengan hadirnya rok mini, era ini juga merupakan masa di mana persamaan hak wanita gencar diperjuangkan, dan bangkitnya feminisme ditandai dengan penolakan mengenakan bra. Gerakan para wanita yang mengenakan busana tanpa bra tersebut justru dianggap vulgar dan menuai kontroversi.

Berlanjut ke era 1970-an, saat rok mini semakin populer dan siluet yang mengikuti bentuk tubuh diperkenalkan oleh para desainer. Di masa ini terciptalah sebuah gaya yang disebut sebagai glamorously seductive fashion, yang dengan sempurna diwujudkan oleh Halston (lewat atasan yang mempertontonkan bagian bahu atau punggung terbuka) dan Yves Saint Laurent (blazer berpotongan leher rendah yang sedikit memperlihatkan belahan dada, dikenakan oleh Bianca Jagger di hari pernikahannya dengan Mick Jagger).

Attitude atau sikap berbusana yang mempertunjukkan keindahan tubuh di tahun 1980-an kemudian semakin bergerak secara dramatis. Wanita semakin menyadari bahwa seksualitasnya adalah sebuah simbol dari pemberdayaan dan kemampuan untuk mengendalikan para pria. Di samping itu, beberapa desainer menemukan cara baru yang cukup radikal dalam rangka mempertunjukkan sensualitas. Jean Paul Gaultier dan Vivienne Westwood memulai ketertarikan baru terhadap konsep underwear-asouterwear. Perwujudannya antara lain atasan berbentuk bustier, atau bra berbentuk cone karya Jean Paul Gaultier yang sangat ikonis, atau Azzedine Alaia dengan gaun super ketat yang menunjukkan lekuk-lekuk tubuh tanpa menyamarkan apa pun.

(TIDAK) MENDADAK VULGAR
Di tahun 2000-an, konsep dari seductive clothing menjadi semakin bervariasi. Fashion memiliki kemampuan dalam mempersembahkan kreativitas, misteri, dan pencitraan. Penggarapan baru dari material pun menjadi langkah awal sensualitas dalam fashion, seperti soft fabrics dan siluet feminin. Konsep underwear-as-outerwear kembali digarap dengan pendekatan futuristic.

Krisis ekonomi pun memegang peranan dalam menciptakan sensualisme. Ketika di tahun 1950-an sensualisme diciptakan justru lewat penggunaan bahan yang ‘berfoya-foya’, lainnya halnya dengan tahun 2008 dan 2009. Para konglomerat industri fashion harus kreatif dalam menyikapi kondisi, dan hadir dengan keputusan ‘cerdas’ untuk menekan biaya produksi dengan sangat hati-hati dan selektif agar tidak berisiko menghilangkan efek kemewahannya. Di tahun ini, material yang sangat populer digunakan adalah bahan kulit, organza, dan rajutan ringan. Material ini menghadirkan tampilan busana yang sheer, nyaris transparan, melayang, sehingga bentuk tubuh ditunjukkan dengan cara yang halus namun memiliki efek menggoda yang kuat.

Stefano Pilati dari rumah mode Yves Saint Laurent mengerahkan seluruh koleksinya dalam balutan bahan kulit warna hitam, tanpa lapisan dalam maupun perhiasan atau aksesori. Kulit yang bertemu dengan kulit menjelma dalam bentuk jumpsuit dengan strap silang di bagian punggung yang terbuka, atau korset tanpa tali yang juga digunakan untuk iklan parfumnya. Sementara dari Louis Vuitton, Marc Jacobs dan stylist-nya Katie Grand mengangkat tema Parisian boudoir di tahun 1980-an untuk musim yang sama. Terlihat juga kostum Playboy bunny yang sangat identik dengan seksualitas. Kinky sekaligus powerful.

Lingerie tentu saja dieksplorasi secara total di era ini. Jika Anda ingat, bentuk bra tampil mewah, sensual, sekaligus penuh permainan di show Christian Dior musim Spring/Summer 2010. Koleksi ini menunjukkan perpaduan atasan berbentuk bra di era 1940-an dengan material tule yang melayang lembut dan transparan. Hal ini juga dilakukan oleh Dolce & Gabbana dengan gaun berbelahan tinggi di bagian depan. Juga terlihat di runway Fendi yang sangat menggoda dengan busana tule hitam dengan lingerie tanpa penyangga.

PRESENTASI SERONOK
Seksualitas kemudian tidak hanya diekspresikan lewat desain busana, namun merambat juga ke bentuk media presentasi lainnya, seperti fotografi, kampanye iklan, pertunjukan busana, atau videografi.

Ellen von Unwerth dalam bukunya Revenge yang terbit di tahun 2003 memperlihatkan sebuah rangkaian image yang intim sekaligus menggoda. Koleksi foto ini sangat kuat dalam unsur spontanitas karena para modelnya dibiarkan bebas dan bersenang-senang. Untuk menghasilkan foto-foto sensual yang diinginkannya, Ellen menciptakan atmosfer yang dinamis dengan musik keras dan champagne agar pribadi dan kelakuan ‘nakal’ dari para model tersebut dapat ‘dikeluarkan’. Karya ini dinikmati sebagai penggambaran wanita yang fun, daring, sensual, serta berkarakter.

Kebalikannya dengan image Lindsay Lohan untuk majalah Muse yang dibuat oleh fotografer Yu Tsai di tahun 2009. Dalam gambar yang terinspirasi oleh foto Kate Moss dan Johnny Depp di awal tahun 1990-an ketika mereka masih bersama, tergambar sebuah drama di balik representasi seksualnya.

Momen penting lainnya datang dari proyek fotografi karya fotografer Sølve Sundsbø yang memotret Gisele Bundchen untuk sebuah ekshibisi bertajuk Fashion Porn di tahun 2009. Tidak cukup menampilkan keseksian Gisele, image gallery ini terdiri dari kumpulan foto di mana sang model menjadi centerpiece di tengah model - model pria berkulit hitam yang ototnya bagaikan pahatan. Pose-pose sensual dilakukan dengan ekspresi muka tenang dan datar, memberikan tampilan yang teatrikal layaknya sebuah koreografi ballet.

Untuk menarik perhatian, diperlukan lebih daripada sekedar sebuah presentasi fashion yang terdiri dari pertunjukan koleksi secara konvensional. Maka konsep yang ambisius pun diajukan, dan unsur seks dimasukkan agar pertunjukan tersebut tertanam dalam alam bawah sadar dan menjadi sesuatu yang sangat memorable atau ikonis.

Presentasi koleksi underwear H&M yang dirancang khusus oleh Sonia Rykiel di tahun 2009 di Grand Palais, Paris, adalah salah satunya. Set designer Simon Costin yang terkenal ambisius bekerja sama dengan event director Etienne Russo untuk menciptakan sebuah tampilan teatrikal dari potongan busana super minim tersebut. Dengan konsep kota Paris di malam hari, lengkap dengan replika menara Eiffel, catwalk-nya terlihat seperti parade para model bertatanan rambut ala Sonia, yang berdansa, bergelantungan di lampu chandelier dan swings sambil mengenakan lingerie tersebut.

Lain lagi dengan re-opening butik Louis Vuitton di Champs Elysees yang memasukkan unsur art dalam kemasan sensualitas. Seniman Vanessa Beecroft, yang dikenal kerap menampilkan wanita telanjang dalam karyanya, menandai momen ini dengan menampilkan para modelnya yang hanya berbalut G-string dan sepatu Louis Vuitton, bersanding dengan koleksi tas LV.

Sementara di show Chanel Spring 2010, Karl Lagerfeld menciptakan replika sebuah kandang yang dipenuhi jerami kering. Para model berlalu lalang dengan jerami-jerami yang menempel di pakaian dan rambut mereka, seperti telah melakukan sesuatu yang nakal. Di akhir pertunjukan, model Lara Stone sebagai pengantin bergabung bersama Freja Beha Erichsen dan Baptiste Giabiconi untuk melakukan aksi bermesraan di atas jerami, dengan Karl Lagerfeld berjalan melewati mereka untuk memberikan bow terakhir dan ditutup dengan Freja dan Lara berciuman.

KETIKA BATASAN DIKABURKAN
Mungkin desainer yang paling kontroversial, berani, serta hampir tidak pernah meninggalkan unsur seks dalam kampanye iklannya adalah Tom Ford. Pria flamboyan ini mengekspos secara vulgar mulai dari payudara hingga bagian paling intim wanita. Kampanye demi kampanye menuai kontroversi, bekerja sama dengan fotografer yang juga kontroversial, antara lain Terry Richardson, yang dikenal dengan pendekatan soft porn dalam fotografi fashion. Image dari iklan-iklan tersebut akhirnya hanya sedikit yang tampil karena banyak media menolak menayangkannya.

Seksualitas menjadi salah satu strategi yang dipercaya Tom Ford mampu menjual produknya. Terbukti di kampanye produk terbarunya, Tom Ford’s 2011 Neroli Portofino bath products, model Mariana Braga & Max Cotta terlihat berpose bersenang-senang dengan, tentunya, tanpa busana dan hanya ditutup oleh balutan busa. Iklan ini akhirnya hanya digunakan sebagai window display di department store Inggris, Selfridges.

Salah satu iklan sensual yang ikonis adalah parfum Opium dari YSL di tahun 2000, yang menampilkan model Sophie Dahl dengan tubuh dicat putih dan rambut merah, berpose menggoda dengan hanya mengenakan kalung dan sepatu stiletto. Iklan ini terpaksa diturunkan dari billboard karena dianggap terlalu mengumbar seks. Apalagi, penempatannya di berbagai media membuatnya mudah ditemukan dan dilihat oleh anak-anak di bawah umur. Sekali lagi, Tom Ford berada di belakang kampanye iklan ini.

Namun, Tom Ford bukanlah satu-satunya yang kerap melakukan strategi ini. Calvin Klein pun dikenal sebagai brand yang cukup konsisten memasukkan unsur seks ke dalam kampanye iklannya. Diawali dengan iklan jeans di tahun 1980-an yang menampilkan Brooke Shield, atau iklan koleksi Spring/Summer 2009 oleh fotografer Steven Meisel yang memicu reaksi keras dan dilarang dipublikasikan di Amerika Serikat. Bagaimana tidak, iklan ini memperlihatkan tiga model pria dan seorang model wanita yang sedang bermesraan.

Tidak selesai sampai di situ, aktris Eva Mendes yang didaulat untuk menjadi model koleksi jeans dan underwear Calvin Klein Fall/Winter 2010 tampil ‘panas’ dengan model/aktor Jamie Dornan hasil jepretan Steven Klein. Sekali lagi, karya ini dilarang dipublikasikan di Amerika Serikat. Fabien Baron, creative director dari video iklan tersebut berkata, “Negara ini sangat hipokrit karena tetap membiarkan anak-anak kecil menonton aksi kekerasan. Eva hanya terlihat sedikit seksi, tapi tidak vulgar.” Dan atas nama fashion, batasan kembali dikaburkan. (Foto: Getty Images; Courtesy of Calvin Klein; Courtesy of Gucci)