Type Keyword(s) to Search
Harper's BAZAAR Indonesia

Fast Forward and Rewind

Fast Forward and Rewind

Butuh kesabaran dan ketekunan yang besar untuk dapat mengembalikan legenda dan kejayaan si mobil tua. Itulah garis besar yang disampaikan oleh George Widjojo kepada Evan Praditya.


Pamor Italia sebagai kreator mobil sport, dari masa ke masa tak pernah habis. Supercar lansiran pabrikan otomotif asal Italia seperti Ferrari, Lamborghini, Fiat, Alfa Romeo, Maserati, selalu jadi incaran para penggila supercar. Tak terkecuali George Widjojo. Namun, pria yang dikenal sebagai CEO dari George Widjojo & Partners ini, lebih memfokuskan kegemarannya terhadap supercar klasik. “Mobil-mobil klasik ini seperti sebuah karya seni. Banyak lekukan-lekukan atau pahatan yang keindahannnya hanya bisa Anda nikmati dari sisi tertentu atau bahkan dari semua sisi,” ungkapnya. Kecintaan pengacara senior ini akan mobil klasik, terutama mobil sport berpintu dua asal Italia, memang sudah tumbuh sejak ia masih sangat muda. Saat itu, ia senang sekali mengumpulkan mobil mainan Matchbox, sambil bercita-cita untuk memiliki mobil serupa dalam ukuran yang sesungguhnya.

Memasuki garasi mobil miliknya seolah masuk ke dalam mesin waktu. Karena, selain Alfa Romeo 1750 GTV keluaran tahun 1969 yang menjadi favoritnya, juga terparkir berapa mobil klasik lain seperti Maserati Merak lansiran tahun 1975, Datsun Fair Lady 240-Z tahun 1969, Mercedes Benz 450 SLC tahun 1976 dan Fiat Bertone X 1/9. Mobil-mobil legendaris ini bukan sekadar ikon pada masanya dengan sejumlah prestasi di arena balap, tapi juga menjadi prasasti maha karya desainer otomotif ternama, seperti Giorgetto Giugiaro, Marcello Gandini, dan Albrecth Goertz.

George, begitu ia biasa disapa, langsung menunjukkan kepada kami sebuah supercar klasik berwarna merah yang menjadi salah satu favoritnya, yaitu Alfa Romeo 1750 GTV keluaran tahun 1969. Dengan begitu teliti, ia menjelaskan pada kami bahwa pada masa kejayaannya dulu, mobil berwarna merah ini begitu diminati. Bukan hanya karena dirancang oleh Bertone, seorang desainer mobil Italia ternama pada masa itu, namun juga karena prestasi yang pernah diraih mobil ini di arena balap bergengsi. Salah satunya pada kejuaraan Grand Touring Car di Eropa pada tahun 1970-an. Dan mobil jenis ini telah menjadi idamannya semenjak masa remaja.

Namun sayangnya, ketika George menemukan mobil ini sekitar akhir tahun 1980-an, kondisinya sangat memprihatinkan. Dari situlah kemudian ia belajar merestorasi mobil-mobil sport klasik hingga kembali dalam keadaannya semula, ketika masih dalam masa kejayaan. “Keadaannya sangat parah, mesin mati, aksesori banyak yang hilang, jadi saya benar-benar mulai dari nol dan butuh waktu lama untuk merestorasinya. Berkat keberhasilan merestorasi mobil ini, saya jadi lebih mudah untuk melakukan restorasi pada mobil klasik saya selanjutnya,” ungkap George.

Mendapatkan mobil klasik dalam kondisi yang sudah sempurna adalah hal yang hampir mustahil, bahkan bagi George yang sudah puluhan tahun mendalami hobi ini. Selain karena memang sudah berusia puluhan tahun, mobil-mobil tua kebanyakan memang dibiarkan terbengkalai oleh pemilik sebelumnya hingga kebanyakan didapatkan dalam keadaan ‘bangkai’. Namun, tentu juga bukan perkara mudah untuk merestorasi, mengingat parts yang diperlukan saat ini sulit ditemukan dalam kondisi orisinil dan keadaan baik. “Merestorasi mobil klasik adalah jiwa dan seni sesungguhnya dalam mengoleksi mobil-mobil klasik tersebut. Karena memang tidak mudah. Apalagi saat awal-awal saya merestorasi, literatur tentang mobil klasik sangat sulit didapat dan saat itu juga masih belum banyak orang yang mempunyai minat terhadap mobil sport klasik,” ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu dan makin maraknya pameran mobil klasik, kini di Indonesia mobil-mobil legendaris ini makin memiliki peminat dan makin diapresiasi. Bahkan menurut George, kini kolektor mobil klasik asal Indonesia sudah diperhitungkan di mata dunia internasional. Tingkat orisinalitas mobil klasik hasil restorasi para kolektor dalam negeri, kian sempurna dan makin memiliki daya saing dengan para kolektor dari luar negeri. “Saya kira sekarang perkembangan para kolektor mobil klasik sudah semakin baik, walaupun masih ada saja kolektor yang memilih cara instan dengan membeli mobil klasik dalam keadaan sudah jadi dari luar negeri, daripada harus merestorasi,” begitu lanjutnya sambil menutup pertemuan kami sore itu. ?